Friday, March 12, 2010

Review: dbE PH10

Review ini sengaja akan saya buat singkat, tidak seperti review IEM dbE PR20 yang lalu (yang memang terlalu berlebihan hahahaha). Saya dapat headphone ini dalam kondisi 2nd mint. Oleh pemilik sebelumnya baru digunakan selama sekitar 5 jam. Saat review ini dibuat, kira-kira total penggunaan adalah 7-8 jam, jadi masih bisa disebut fresh out of the box / belum fully burned (rata-rata headphone dengan dynamic driver perlu waktu burn in selama 50 - 100 jam). Suara dibandingkan dengan IEM dbE PR20, walau memang tidak sejenis, tapi keduanya memiliki harga yang hampir sama. Headphone dbE PH10 dapat dijumpai dengan harga Rp. 250.000,00 sedangkan IEM dbE PR20 seharga Rp. 270.000,00.


Paket penjualan:
Headphone dbE PH10 ini datang dengan kotak kertas yang lebih tipis dari kotak PR20. Disainnya standar, walau saya lebih suka kotak PR20 yang terkesan lebih mewah. Di paket penjualannya diberikan case kain keras, seperti dompet-dompet kain. Kotak wadahnya beda dengan yang diberikan Sennheiser PX100 yang lebih mirip kotak kacamata. Selain case, ada mini-mini yang berfungsi sebagai ekstensi kabel, kartu garansi, buku petunjuk dan lembar peringatan kesehatan pendengaran. Headphone-nya dapat dijumpai di dalam case dalam kondisi terlipat. (Foto menyusul. Edit: penambahan foto)


Seperti yang dapat dilihat, ukuran headphone ini sangat kecil, dalam kondisi terbuka berukuran kira-kira sepanjang spidol besar seperti yang terlihat di foto di atas. Dalam kondisi terlipat, ukurannya lebih kecil lagi.

Karakter:
Dibandingkan PR20, PH10 ini lebih warm. Sebenarnya karakter PH10 ini adalah netral cenderung bright, namun tidak se-bright PR20. Nada-nada mid PH10 jauh lebih bagus dibanding PR20. Namun dari sisi bass, PH10 kalah telak, karena PR20 merupakan IEM bassy. Vokal Andrea Bochelli di Canto Della Terra dan Josh Groban di Per Te terdengar jauh lebih berat, lebih mantab dengan PH10. Di PR20, vokal pria terdengar terlalu tipis. Mid PH10 yang lebih bagus juga terdengar dari petikan gitar dan musik latar di Canto Della Terra yang lebih bulat, lebih ramai dibanding saat didengarkan dengan PR20. Di PR20, bass yang deep membuat musik latar dan bass betot yang digunakan terlalu rendah sehingga lagu terkesan lebih sepi, dingin. Suara Eva Cassidy di lagu Field of Gold terdengar lebih intim, lebih bulat, dengan denting gitar yang lebih tebal. Vokal di PH10 jauh lebih forward dibanding PR20 yang memang berkarakter laid-back.

Dari speed, PH10 juga lebih baik dari PR20. Bass PR20 lagi-lagi membuat IEM ini kurang cocok untuk lagu-lagu cepat seperti lagu rock misalnya. Betotan gitar listrik gitaris Avenged Sevenfold di lagu Scream terdengar lebih sangar di PH10 dibanding PR20. Suara vokalis Avenged yang serak dan berat juga terdengar lebih mantab. Walau decay cymbal tidak sejelas di PR20, tapi bass PH10 yang standar (cukup, dalam kuantitas) membuat detil vokal dan raungan gitar terdengar mantab. Secara keseluruhan saya menjumpai PH10 lebih nyaman untuk lagu Rock.

Di lagu-lagu techno (istilah lokalnya, ajeb-ajeb), saya cenderung lebih suka PR20. Bass-nya yang berjumlah besar dengan karakter yang deep membuatnya cocok dengan lagu-lagu seperti ini. PH10 masih mampu terdengar bagus, dengan bass yang tight dan speed yang bagus. Tinggal selera anda, apakah suka ajeb-ajeb dengan bass yang menggelegar atau ajeb-ajeb dengan bass cukup namun lincah

Untuk nada-nada high, PR20 lebih bersinar dari PH10 dengan high-nya yang sparkling. PH10 masih termasuk bright, namun masih kalah dari PR20. Vokal Sarah Brightman yang melengking terdengar lebih jernih di PR20 dari PH10. Tapi terkadang high yang sparkling ini bisa membuat lagu terdengar terlalu menusuk. Beda dengan PH10, high-nya cukup bright, namun tidak sampai sparkling dan menusuk.

Di lagu klasik, saya menjumpai karakter bassy dan sparkling PR20 memberikan kesan megah dan dramatis yang lebih kuat dari PH10. Namun soundstage dan mid PH10 yang lebih bagus, memberikan kesan lebih santai dan hangat. Mungkin detil tidak sebagus PR20 yang memang lebih bright, namun PH10 memberikan detil mid yang lebih bagus. PR20 sebagai IEM, memang susah untuk memberikan soundstage yang lebih besar dibanding PH10 yang headphone.

PR20, karena IEM, memiliki seal yang jauh lebih bagus daripada PH10 yang supra-aural. Memang PH10 termasuk closed, tapi tetap tidak dapat mengalahkan IEM dalam hal meredam suara dari luar. Dan lagi, untuk mencapai kualitas yang sama, PR20 membutuhkan volume yang lebih kecil dari PH10, mungkin selain karena berupa headphone (yang otomatis membutuhkan lebih banyak tenaga), juga karena noise yang lebih banyak.

Kesimpulan:
PH10 ini headphone yang cukup bagus. Dengan harga 250 ribu, headphone ini sangat bagus. Tight bass, mid yang netral dan high yang cukup, membuat headphone ini cocok untuk hampir semua lagu. Detil dan soundstage-nya juga cukup bagus. Ukurannya yang cukup kecil, closed dan dapat dilipat, cocok untuk dibawa ke mana-mana. Kekurangannya, untuk bass head, headphone ini akan terasa kurang mantab, karena bass-nya yang tidak terlalu banyak. Dan untuk lokasi yang terlalu ramai, headphone ini akan kurang cocok karena isolasinya yang tidak terlalu kuat. Lalu, untuk para penyuka headphone full size / circumaural, headphone ini sudah pasti akan terasa kekecilan.

1 comments:

tya said...

bang panji ini headset kalo di pake di kepala yang gede masih muat ga ya??
gedenya cuma se-spidol,apa muat di kepala :) .