Ehm, kali ini saya tidak sedang ingin menulis review. Kali ini saya ingin curhat hehehe...
Seorang teman saya sempat bertanya kepada saya, mengapa novel-novel yang saya review semuanya adalah novel berbahasa Inggris, atau novel versi bahasa Inggris. Beliau mengeluh kepada saya, bahwa kemampuan bahasa Inggris beliau agak pas-pasan untuk membaca novel berbahasa Inggris. Ada pula teman yang sembari becanda, menuduh saya kalau saya membaca novel berbahasa Inggris biar terlihat keren....
Jadi, mengapa saya membaca novel berbahasa Inggris? Pada awalnya, membaca buku (tidak hanya novel) dalam bahasa Inggris adalah untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris saya. Bulik saya yang seorang guru bahasa Inggris bilang kepada saya bahwa jika saya ingin meningkatkan kemampuan bahasa Inggris saya, maka saya harus sering berlatih: berbicara dalam bahasa Inggris, menulis dalam bahasa Inggris, mendengarkan bahasa Inggris dan membaca bahasa Inggris.
Saya suka musik, saya suka menyanyi, saya suka membaca. Saya berpikir, kenapa tidak menggunakan ketiga kesukaan saya untuk meningkatkan kemampuan saya berbahasa Inggris?! Akhirnya saya berlatih bahasa Inggris dengan mendengarkan musik berbahasa Inggris dan
membaca dalam bahasa Inggris. Menulis dalam bahasa Inggris di tiap
kesempatan, jika memungkinkan. Sayangnya saya belum cukup percaya diri
untuk berbicara dalam bahasa Inggris....
Memangnya efektif? Kalau saya secara pribadi berani bilang efektif. Tapi mungkin cara saya cukup berhasil karena saya SUKA melakukannya. Jadi saya cukup menikmati proses belajar saya. Di sisi lain, karena saya hampir tidak pernah berbicara dalam bahasa Inggris, ya skill saya dalam speaking bisa dibilang jelek. Dan saya paling pusing jika diajak bicara grammar, makanya nilai TOEFL bagian grammar saya jeblok hehehe...
Kembali ke kenapa saya selalu me-review buku berbahasa Inggris. Awalnya saya membaca buku, komik, novel dll dalam bahasa Indonesia, seperti remaja biasanya. Lalu saya berkenalan dengan novel Harry Potter, saya masih ingat saat itu saya diberi pinjam oleh teman saya saat kelas 3 SMP, buku seri ketiga dari Harry Potter. Saat SMA, saya bertemu dengan versi asli dari novel klasik Jules Verne 'Perjalanan Menuju Pusat Bumi' (Journey To The Center of Earth), novel Jules Verne favorit saya, dan saya kaget karena ternyata novel aslinya memiliki gaya penceritaan dan suasana yang cukup berbeda dari versi Indonesianya. Dari situlah saya tergerak untuk mencari dan membaca versi asli novel-novel kesukaan saya.
Saya mulai mencari versi asli novel pertama dan novel yang sangat membekas di saya: 'Musin Dingin Yang Panjang' (The Long Winter) karya Laura Ingalls Wilder, yang kemudian saya ketahui merupakan satu dari rangkaian seri Little House. Dikarenakan kota asal saya adalah kota kecil di bawah batu, akses internet amat sulit dan mahal. Koneksi yang umum adalah dial-up yang harga perjamnya adalah enam ribu rupiah. Mahal untuk ukuran saya. Pencarian saya bisa dibilang gagal.
Saat kuliah di Jakarta, fasilitas yang saya nikmati berubah, internet yang dulunya saya kategorikan sebagai barang mahal, kini berubah menjadi barang kebutuhan. Dan dapat diakses dengan biaya yang jauh lebih murah. Saya menggila, melakukan pencarian novel berbahasa Inggris di dunia bawah tanah....(tolong jangan diiikuti ya). Novel demi novel saya cari versi aslinya, dan saya baca semua. Dari situlah saya ketagihan novel versi asli (bahasa Inggris).
Setelah membandingkan novel versi terjemahan bahasa Indonesia dengan versi asli bahasa Inggris, saya merasakan seberapapun kerasnya penerjemah berusaha, akan sangat sulit memindahkan gaya penceritaan penulis ke bahasa lain. Kemudian suasana novel asli yang sama sulitnya untuk dipindahkan ke gaya bahasa lain, pasti akan ada perubahan. Ada juga aspek-aspek bahasa dan adat-istiadat atau aturan dan norma-norma yang kurang pas jika diterjemahkan. Belum lagi istilah-istilah yang seringkali menjadi terdengar aneh, asing, atau panjang. Semakin kompleks dan dalam suatu novel, semakin sulit novel tersebut untuk diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Dan perubahan-perubahan ini saya rasakan sebagai mengganggu dan mengurangi kenikmatan membaca. Karena itulah kebanyakan saya membaca novel dalam bahasa Inggris.
Buat saya yang berimajinasi cukup kuat ini, kenikmatan membaca novel tidak hanya ada di jalan ceritanya, intrik, misteri dan aksi-aksinya saya, namun juga bagaimana setting novel tersebut, suasana yang ingin dibangun, gaya penulisan, dan detil-detil lain yang seringkali tidak terterjemahkan (uh, istilahnya benar tidak ya? Sepertinya kurang enak... saya ingin bilang untranslated) ke dalam bahasa Indonesia. Dan lagi, sedikit banyak, akan ada pengaruh dari gaya penulisan dari penerjemah yang masuk ke dalam penceritaan, sehingga saya merasa hasil terjemahan adalah kurang sesuai dengan apa yang penulis asli inginkan, kurang original.
Jadi, dengan tidak mengurangi hormat kepada pecinta novel Indonesia (saya juga pembaca novel karya penulis Indonesia lho!), kepada penerjemah yang dengan susah payah menerjemahkan novel ke bahasa Indonesia, kepada pihak penerbit novel bahasa Indonesia, saya menemukan saya lebih menikmati novel dalam bahasa aslinya (bahasa Inggris) dikarenakan membaca novel dalam bahasa aslinya membuat saya bisa tahu suatu novel sesuai dengan gaya penulis aslinya.
Sekian sedikit curhat saya, semoga saya tidak menyinggung terlalu banyak orang. Saya minta maaf jika ada yang merasa kurang suka, curhat ini hanyalah saya berbagi pendapat saya. Jika ada yang tidak setuju, silakan saja. Terima kasih.
Finished reading Brandonn Sanderson's newest novel: The Alloy of Law today. Expect the review several days ahead... And my new Fioo E10 DAC suppossed to come tomorrow (Nov, 10) so expect the review after I spent time burning and listening to it.
0 comments:
Post a Comment